-->

Ads (728x90)

Kejati Kepri Gelar FGD Tentang Bahaya Judi Online
Wakajati Kepri, Sufari menekan sirene saat membuka FGD di Aula Sasana Baharuddin Lopa, Kantor Kejati Kepri, Jalan Sungai Timun, Senggarang, Kamis (18/07/2024) (dok Penkum Kejati Kepri)


By Angga Prasetio
TANJUNGPINANG, Peristiwanusantara.com
- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema “Judi Online Dalam Perspektif Tindak Pidana dan KUHP Baru Serta Dampak Sosial Bagi Masyarakat Kepulauan Riau”.

Kegiatan tersebut dipimpin langsung Wakajati Kepri, Sufari, didampingi para Asisten, di Aula Sasana Baharuddin Lopa, Kantor Kejati Kepri, Jalan Sungai Timun, Senggarang, Kamis (18/07/2024).

Dalam sambutannya Wakajati Kepri mengatakan bahwa kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang diselenggarakan dalam menyambut Hari Bhakti Adhyaksa ke - 64 dan HUT IAD ke-XXIV tahun 2024.

"Judi online, sebagaimana kita ketahui, merupakan bentuk modern dari aktivitas perjudian yang kini dilakukan melalui jaringan internet. Meskipun caranya berbeda, esensinya tetap sama dengan perjudian konvensional. Prinsip zero sum game tetap berlaku, dimana ada pihak yang kalah dan pihak yang menang. Pihak pertama sebagai bandar mengatur permainan dan mengharapkan keuntungan dari kekalahan pihak kedua. Sementara pihak kedua, dengan harapan memperoleh keuntungan besar, sering kali menjadi korban dari permainan yang sudah direkayasa ini," kata Sufari dikutip dari keterangan persnya, Jumat (19/7/2024).

Menurut Dr. Imron Rosyadi dari Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Universitas Muhammadiyah Surakarta, judi online adalah money game yang sudah direkayasa. Kedua belah pihak berharap mendapatkan keuntungan, namun hal ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya pihak yang dirugikan.

Bandar judi telah mengatur permainan sedemikian rupa sehingga mereka selalu berada di posisi menguntungkan. Pemain judi, di sisi lain, hanya diberikan kemenangan pada putaran-putaran awal untuk membuat mereka ketagihan, sebelum akhirnya mengalami kekalahan terus menerus hingga uang mereka habis dan mereka terjebak dalam hutang.

"Data menunjukkan bahwa sekitar empat juta orang di Indonesia terlibat dalam praktik judi online per Juni 2024. Menurut laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, mayoritas pemain judi online berasal dari kalangan masyarakat berpendapatan rendah, dengan usia yang bervariasi mulai dari anak-anak hingga orang tua. Ini menunjukkan betapa meluasnya dampak negatif dari judi online terhadap masyarakat kita, terutama bagi mereka yang seharusnya menggunakan uangnya untuk kebutuhan produktif," jelasnya.

Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, KUHP terus mengalami perubahan dan penyempurnaan yang dapat ditemui, yaitu terjadi pembaharuan dari sebelumnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan sekarang dibaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.  

Judi online diatur lebih lanjut pada Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE dan perbuatan judi juga diatur dalam Pasal 303 dan 303bis KUHP, serta Pasal 426 dan Pasal 427 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru).
“ Dengan adanya regulasi ini, kita berharap dapat memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku judi online serta memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak negatif judi online,” katanya.

Dikatakannya, bahaya judi online bagaikan racun yang menggerogoti masa depan generasi muda. Ibarat api yang membakar, judi online dapat menghanguskan mimpi dan harapan mereka.
“Awalnya, judi online mungkin tampak menarik dan menjanjikan keuntungan instan. Namun, di balik layarnya tersembunyi bahaya yang mengintai," katanya.

Judi online dapat menjerumuskan generasi muda ke dalam lingkaran setan kecanduan. Hasrat untuk meraih kemenangan dan rasa penasaran untuk mencoba peruntungan berkali-kali, membuat mereka terjebak dalam permainan yang tak berujung. Uang yang seharusnya digunakan untuk hal-hal positif, seperti pendidikan dan pengembangan diri, lenyap ditelan taruhan.

Lebih mengkhawatirkan lagi, perputaran uang akibat judi online di Indonesia mencapai Rp. 600 Triliun. Ini adalah angka yang sangat fantastis dan menunjukkan betapa masifnya operasi judi online di negara kita. Pemerintah pun mengakui betapa sulitnya memberantas judi online ini karena berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi.

"Komitmen Pemerintah dalam memberantas judi online tidak hanya dalam bentuk imbauan, tetapi juga tindakan nyata. Hingga saat ini, pemerintah telah berhasil men-take down sekitar 2,1 juta situs judi online. Ini adalah upaya yang luar biasa untuk mengurangi akses masyarakat terhadap platform-platform judi yang merusak ini," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga tengah mempersiapkan pembentukan Satgas Judi Online, yang akan menjadi garda terdepan dalam memerangi operasi judi online di Indonesia.

"Jaksa Agung pun telah mengeluarkan surat dengan Nomor: B-83/A/SKJA/06/2024 tanggal 21 Juni 2024 yang secara tegas melarang segala bentuk kegiatan judi online di lingkungan Kejaksaan RI. Ini menunjukkan bahwa di tingkat lembaga hukum tertinggi pun, komitmen untuk memberantas judi online sangatlah kuat. Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi lembaga dan institusi lainnya untuk turut serta dalam perjuangan ini," pungkasnya.

Kegiatan tersebut menghadirkan 4 orang narasumber yaitu Prof. Dr. Soerya Respationo, S.H., M.H., M.M., Prof. Dr. Syahlan, S.H., M.Hum., Ferdi Chayadi, S.Kom., M.Cs., Dr. Hasim, M.Si., untuk memberikan materi kepada seluruh peserta yang hadir. (Angga)


Sumber : Penkum Kejati Kepri 


Editor : Ismanto

Posting Komentar