-->

Ads (728x90)

Tantangan Implementasi Platfrom Merdeka Belajar Hingga ke Daerah 3T
Foto: Kemendikbudristek

Penulis : Azry Almi Kaloko (Koordinator Divisi Informasi dan Komunikasi Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah)
 

Pondasi suatu bangsa dibangun melalui Pendidikan, untuk memasikan efektivitasnya Pendidikan harus terus mampu beradaptasi dan melakukan inovasi sesuai perkembangan jaman. Platfrom Merdeka Belajar (PMM) hadir sebagai sarana bagi guru dalam mengimplementasikan kurikulum Merdeka.

Namun, sebagai inisiatif yang masih awam dalam Masyarakat, PMM tidak terlepas dari berbagai tantangan yang perlu diatasi oleh seluruh stakeholder pendididkan mulai dari pusat hingga daerah. 

Tantangan utamanya adalah berupa kesiapan teknologi. Wijaya et al (2020) mengatakan bahwa sekolah-sekolah di Indonesia masih menghadapi berbagai keterbatasan akses infrastruktur teknologi baik itu internet yang stabil hingga perangkat seperti komputer yang memadai antara jumlah dan kebutuhannya.

Masih banyak sekolah di Indonesia yang belum memiliki ketersediaan perangkat ini dalam mendukung implementasi PMM.

Kedua, berupa pelatihan kepada guru sekolah. Guru harus dan berhak untuk mendapatkan pelatihan yang memadai dalam penggunaan PMM dan teknologi yang mendukungnya. Susanto (2019) mengatakan bahwa pelatihan yang efektif tentunya akan meningkatkan kompetensi guru dalam integrasi teknologi pembelajaran. 

Berikutnya adalah konten dalam PMM itu sendiri. Kebutuhan belajar siswa diantaranya berupa apa yang akan diajarkan dalam PMM itu sendiri. Konten terutama harus memenuhi standar kurikulum nasional dan menarik minat siswa sehingga menjadi fasilitas pembelajaran yang interaktif dan efektif. 

Fitriani (2021) mengatakan bahwa konten kurikulum yang menarik dan relevan justru meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. 

Untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, keterlibatan orang tua menjadi hal yang tidak kalah penting. 

Kurniawan (2018) mengatakan bahwa keterlibatan orang tua menjadi hal positif karena meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Sekolah perlu berperan aktif untuk mendorong orang tua ikut dalam proses ini. Di SMAN 109 Jakarta, PMM menjadi wadah siswa untuk mendapatkan akses kompetensi dalam memahami kurikulum Merdeka. 

Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu melakukan coaching di kelas sehingga dapat membantu siswa dalam belajar untuk memahami latar belakang dan kemampuan awalnya. Hal ini sangat efektif untuk memberikan penguatan karakter belajar siswa dalam menjadi pelajar Pancasila sebagaimana jadi tujuan utama Pendidikan di Indonesia pada kurikulum Merdeka. 

Selain itu implementasi PMM juga harus diterapkan sampai kedaerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). tantangannya tentu lebih besar dibandingkan dengan SMAN 109 Jakarta. Keterbatasan infrastruktur teknologi menjadi tantangan paling utama. Contohnya di Desa Nusakambangan, Kepulauan Cilacap. Di desa ini infrastruktur internet masih sangat belum memadai sehingga menyulitkan secara keseluruhan akses terhadap PMM maupun sumber daya Pendidikan lainnya. Bahkan Sebagian besar siswa dan guru harus berjalan dari desa ke kota untuk mendapatkan akses internet yang memadai.  Di Desa Mbeliling di Manggarai Barat, persoalannya adalah berupa keterbatasan perangkat keras seperti komputer. Siswa, sebagian besar hanya memiliki akses terhadap handphone/smartphone itupun masih terbatas dalam kemampuan akes dan penggunan PMM itu sendiri. Selain siswa, guru di daerah 3T juga masih memiliki keterbatasan keterampilan soal teknologi. Di SMP Negeri 1 Saibatin, Kabupaten Banggai, masih banyak guru yang membutuhkan pelatihan tambahan untuk memahami PMM.

Untuk mengatasi tantangan dan mampu mengimplementasikannya dengan baik, PMM di daerah 3T harus ditingkatkan dari pusat secara berkala. Mulai dari akses dan kualitas, perangkat yang harus digunakan hingga pelatihan-pelatihan bagi guru. Kerjasama era tantara sekolah dan stakeholder Pendidikan juga penting, program-program yang melibatkan komunitas lokal daam Pembangunan infrastruktur teknologi juga dapat diarahkan ke soal pemenuhan bidang Pendidikan. 

Selain itu, impelemntasi PMM di daerah 3T tidak hanya soal penggunaan teknologi dan infrastrukturnya. Tetapi bagaimana memahami konteks sosial, budaya hingga ekonomi daerah-daerah. Pendekaatan holistic menjadi salah satu solusi karena dapat mendukung Pembangunan kapasitas lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya Pendidikan daerah lebih efektif. 

Meskipun tantangan implementasi PMM masih sangat kompleks, harapan itu jelas masih ada. Ketika negara kita, melalui Kemendikbudristek telah memulai untuk melakukan inovasi, maka yang harus dilakukan adalah bagaimana program dan inovasi bisa sampai ke seluruh penjuru negeri. Yang paling utama adalah akses, lalu infrastruktur lalu dukungan semuaa stakeholder Pendidikan bahu membahu untuk bersedia melakukannya. 

Sebagai bangsa yang besar dan maju dan menjadikan Pendidikan sebagai salah satu pondasi bangsa, Indonesia memiliki tujuan utama yang harus benar-benar dilaksanakan untuk memberikan akses Pendidikan dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, harus dipastikan bahwa tidak ada anak Indonesia yang tertinggal dan menghadapi batasan dalam mendapatkan akses dan manfaat dari Pendidikan.


Posting Komentar