Spanduk berisi kalimat yang mengandung sumpah di tepi Jalan Hangkasturi, RT 02 RW 09, Kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Sabtu (17/2/2024) (Angga Prasetio/Peristiwanusantara.com) |
By Angga Prasetio
TANJUNGPINANG, Peristiwanusantara.com - Sebuah spanduk larangan berisi kalimat yang mengandung sumpah serapah akhir-akhir ini sering terlihat di sejumlah lokasi yang dijadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat.
Salah satu diantaranya berada di tepi Jalan Hangkasturi, RT 02 RW 09, Kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Sepanduk bertuliskan "Doa kami petugas kebersihan barang siapa yang membuang sampah di sini miskinkanlah keluarganya 7 turunan," itu terpampang jelas berdiri dipinggir jalan itu.
Entah siapa yang memasang spanduk tersebut. Namun, diatas kanan spanduk itu tersemat tulisan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sementara di sebelah kiri atas terpampang lambang Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang.
Ketika hal tersebut dikonfirmasi kepada Riono selaku Kepala DLH Kota Tanjungpinang, ia membenarkan jika spanduk itu milik DLH Kota Tanjungpinang yang dibuat oleh petugas kebersihan yang kesal karena kebanyakan masyarakat tidak mengindahkan imbauan-imbauan yang pernah dibuat sebelumnya.
"Itu mungkin kekesalan petugas-petugas kebersihan itulah. Mereka menawarkan ide bagaimana kalau kita bikin seperti ini. Oh yalah," ucap Riono menirukan perkataannya menyetujui usulan dari petugas kebersihan yang merupakan anak buahnya.
Menurut Riono, kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di tempat-tempat yang sudah dilarang, begitu kurang. Bahkan, imbauan yang disertai ancaman sanksi denda dan penjara tidak membuat mereka takut. Mereka tetap saja membuang sampah di lokasi yang telah dilarang itu.
"Ancaman Perda Nomor 7 tahun 2018 tentang orang yang membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda maksimal sebesar Rp 50 juta atau kurungan 3 bulan orang tak akan takut, makanya kita membuat inovasi seperti itu, dan ternyata setelah kita bikin mereka takut, karena pasti berfikir juga," ucap Riono.
Meski demikian, kenyataannya di lapangan masih saja ada masyarakat yang membuang sampah di lokasi yang telah dipasangi sepanduk larangan yang berisi kalimat sumpah serapah itu. Hal itu membuktikan bahwa cara-cara seperti itu juga kurang begitu efektif.
Pandangan Tokoh Agama
Menurut Ustadz Idham Khalid, salah seorang pemuka agama Islam setempat, spanduk larangan maupun imbauan yang berisikan kalimat sumpah serapah kurang baik dalam agama Islam, walaupun tujuannya berkaitan dengan kebersihan yang dianjurkan agama itu sendiri.
"Yang jelas agama sangat memperhatikan dan menganjurkan pentingnya kebersihan karena agama itu sendiri bersih. Terkait dengan sumpah serapah, yang jelas nabi itu diutus sebagai rahmat bukan untuk melaknat," ucap Khalid.
"Dakwah itu merayu, bukan mengutuk. Mengajak bukan mengejek. Menyentuh bukan menyinggung. Mendoakan kebaikan kepada orang lain bukan melaknat orang supaya celaka," timpal Khalid.
Dalam hal ini Khalid juga mencontohkan sikap Nabi Muhammad SAW ketika ada sahabatnya yang mengutuk seorang pemabuk bernama Nu’aiman yang mengunjungi Nabi dalam keadaan mabuk.
"Ketika seorang yang suka mabuk datang kepada nabi dalam keadaan mabuk lalu kemudian sahabat lain pada mengutuknya/melaknatnya maka nabi bersabda, jangan kalian melaknat dia, karena dia itu mencintai Allah dan Rasulnya," ucap Khalid.
Pandangan sosiolog
Sementara menurut perspektif sosiologi, imbauan atau larangan yang bahasanya cendrung kurang baik malah akan mendorong orang-orang untuk berperilaku lebih negatif lagi.
"Dalam teori labeling ketika kita melebel seseorang itu negatif maka dia akan berperilaku lebih negatif lagi, dalam artian orang-orang yang disumpahi miskin 7 turunan itu secara sosiologis bisa membuat orang itu semakin ingin berprilaku atau mengulang lagi perilaku membuang sampah sembarangan seperti itu," ucap Sosiolog, Marisa Elsera.
Marisa yang merupakan dosen sosiologi di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) menyarankan pemerintah daerah dalam hal ini DLH untuk membuat agenda kegiatan gotong royong saja ketimbang membuat sepanduk yang konotasinya negatif seperti itu.
"Sebenarnya ketimbang memberikan sepanduk yang bahasanya kurang baik atau kurang enak gitu, bisa diganti dengan kegiatan-kegiatan yang lebih positif, misalnya kaya Jumat bersih agar membuat orang-orang tergerak untuk menjaga lingkungan ketimbang menggunakan kalimat-kalimat yang konotasinya negatif. Sebaiknya seperti itu yang dilakukan pemerintah," ucap Merisa.
Pandangan LSM Pemerhati Lingkungan
Dalam pandangan Hadi Mulyanto selaku pemerhati lingkungan yang berkiprah di Komunitas Bersama Gotong Royong (KOMBESGOR), harusnya imbauan atau larangan itu tetap mengedepankan nilai-nilai etika yang baik dan lazim.
"Tentang titik dimana masih ada sampah tentu itu perlu implementasi bersama mengacu pada aturan yang ada untuk dilakukan sungguh-sungguh, pengawasan, penegakan dan sanksi. Adapun sebelum ke 3 hal itu dilakukan, sebaiknya sungguh-sungguh dalam melakukan sosialisasi dan sungguh, jangan bak kata hangat-hangat taik asam, kepada masyarakat ibu kota yang kita cintai ini," ucapnya.
Mengutip berbagai sumber, sumpah serapah merupakan sebuah kata atau kalimat yang buruk, bisa umpatan atau maki-makian yang disertai kutukan.
Penulis : Angga
Editor : Ismanto
Posting Komentar