JAKARTA, Peristiwanusantara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan bahwa mereka telah menemukan cek Bank BCA senilai Rp 2 triliun saat menggeledah rumah dinas eks Menteri Syahrul Yasin Limpo di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (28/9/2023) lalu.
Juru Bicara Penindakan dan
Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, cek tersebut menjadi salah satu barang
bukti yang diamankan tim penyidik dalam operasi penggeledahan tiga perkara
rasuah yang menjerat Syahrul. Ali juga membenarkan cek Bank BCA itu atas nama
Abdul Karim Daeng Tompo, tertanggal 28 Agustus 2018.
“Iya kami membaca di sebuah majalah tentang hal tersebut dan setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud,” kata Ali dilansir Kompas.com, Minggu (15/10/2023).
Meski demikian, KPK masih perlu memastikan validitas cek senilai Rp 2 triliun itu. Nantinya, tim penyidik bakal meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada sejumlah pihak, baik saksi maupun tersangka.
Selain itu, KPK juga bakal mendalami apakah cek senilai triliunan rupiah itu masih menyangkut perkara dugaan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Syahrul.
“Termasuk apakah ada kaitan langsung
dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini,” tutur Ali.
Kompas.com telah menghubungi kuasa hukum Syahrul, Ervin Lubis untuk meminta konfirmasi dan tanggapan terkait cek Rp 2 triliun itu, termasuk siapa Abdul Karim daeng Tompo. Namun, hingga artikel ini ditulis Ervin belum merespons.
Berdasarkan catatan Kompas.com, Syahrul baru ditunjuk menjadi Menteri Pertanian pada 23 Oktober 2019. Sebelum itu, Syahrul merupakan Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008-2013 dan 2013-2018.
Diketahui, tim penyidik menggeledah
rumah dinas Syahrul dua hari setelah KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan
(Sprindik) atas nama Syahrul dan dua anak buahnya pada 26 September 2023.
Dua anak buah itu adalah Sekretaris
Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono dan Direktur
Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta. Dari penggeledahan itu, KPK
mengamankan uang Rp 30 miliar dalam pecahan dollar dan rupiah, 12 pucuk senjata
api, serta dokumen pembelian sejumlah aset. Syahrul ditangkap tim penyidik KPK
pada hari Kamis (12/10/2023) malam.
Politikus Partai Nasdem itu dibawa petugas dengan tangan diborgol. KPK menduga uang hasil memeras bawahan dan gratifikasi di lingkungan Kementan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga intinya.
Kebutuhan itu seperti, merenovasi
rumah, membayar cicilan kartu kredit dan mobil Alphard, pengobatan, serta biaya
perawatan wajah senilai miliaran rupiah. Uang itu dikumpulkan oleh Kasdi dan
Hatta dari para pegawai negeri sipil (PNS) eselon I dan II di lingkungan
Kementan.
Mereka mengutip setoran itu secara
paksa dari para pejabat Kementan. Mereka antara lain, Direktur jenderal, Kepala
Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I. Uang diduga hasil korupsi
itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarganya, seperti
merenovasi rumah, pengobatan, hingga perawatan wajah yang menghabiskan miliaran
rupiah.
Menurut KPK, jumlah keseluruhan uang
panas yang dinikmati Syahrul, Kasdi, dan Hatta sekitar Rp 13,9 miliar. Karena
perbuatannya, mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Khusus Syahrul Yasin
Limpo, KPK juga menyangka dengan Pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (kompas.com)
Editor : Ismanto
Posting Komentar