“Merdeka Belajar Episode 23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia” diluncurkan di Plaza Insan Berprestasi, Senin (27/02/2023) (Fhoto : Istimewa) |
Peristiwanusantara.com - Menurut Hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 Indonesia mengalami darurat literasi dimana 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Hasil AN 2021 konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum berubah secara signifikan di bawah rata-rata peserta didik di negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Tantangan Darurat Literasi
Salah satu yang menjadi alasan rendahnya minat baca atau literasi adalah karena kurangnya ketersediaan buku bacaan di tiap sekolah serta akses yang tidak dimiliki peserta didik untuk dapat membaca buku. Hal ini diungkapkan langsung oleh Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Untuk menjawab tantangan ini Kemendikbudristek mendistribusikan sekitar 15 juta eksemplar dari 716 judul buku disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20.000 anak pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar pada 2022. Distribusi buku akan diberikan paling utama pada daerah 3T yakni terluar, tertinggal dan terdepan.
Pada siaran pers nomor 93/sipres/A6/II2023 Kemendikbudristek membahas pentingnya buku bacaan bermutu untuk meningkatkan minat membaca bagi anak. Hal ini dilakukan untuk menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak di Indonesia akibat kurangnya kebiasaan membaca sejak dini. Hal ini juga dimasukkan ke dalam episode ke 23 Merdeka Belajar: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia yang diharapkan meningkatkan kompetensi literasi peserta didik.
Mendikbud Nadiem Makarim sangat berharap agar kunci keberhasilan yang bersandar pada program buku bacaan bermutu untuk literasi Indonesia ini menjadi semangat para guru dalam membacakan buku kepada siswa, juga kepada siswa yang diharapkan gemar membaca. Sehingga kuncinya ada dua yakni pada guru yang mendorong semangat siswa, dan pada siswa yang didorong untuk mulai meningkatkan literasi baca buku.
Sebenarnya peran orang tua juga sangat diperlukan untuk meningkatkan minat baca, karena orang tua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jadi saat sudah diberikan akses dan buku di sekolah dengan semangat yang didorong oleh guru, maka peran orang tua di rumah juga sangat diperlukan. Misalnya dengan memberikan dukungan kepada anak untuk membaca, mengajari, memberikan waktu dan menemani anak membaca, kegiatan yang dilakukan orang tua seperti ini akan memberikan dampak besar untuk mendorong minat baca bagi anak.
Seperti yang sudah terjadi di Sulawesi Utara, Kepala SDN Lirung di Kabupaten Talaud mengatakan kebermanfaatan buku bacaan yang diberikan Kemendikbudristek sudah dirasakan di sekolah ini. Selain itu dilakukan program Pojok Baca di tiap kelas yang melibatkan orang tua, sehingga membaca buku tidak dilaksanakan di sekolah saja tetapi juga di rumah misalnya sebelum anak tidur.
Pemberdayaan Sarana Baca Sekolah
Setelah minat baca anak mulai meningkat, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memberdayakan sarana prasarana sekolah yang mendukung lingkungan anak untuk semakin gemar membaca. Akses yang mudah harus menjadi perhatian besar agar minat baca tersebut tidak berangsur-angsur hilang. Pemberdayaan sarana baca seperti perpustakaan sekolah yang ramah anak harus menjadi jembatan untuk konektivitas antar siswa, guru dan orang tua agar akses baca yang didapatkan benar-benar bermanfaat.
Kemendikbudristek juga harus memperhatikan soal program giat baca seperti apa yang harus diberikan sekolah, jadi tidak hanya sarana dan akses tetapi program apa yang diberlakukan sehingga aktivitas baca ini terus dijadikan tradisi di sekolah.
Ke depan perpustakaan tidak hanya menjadi sarana baca sekolah tetapi juga menjadi sebuah sarana kunci untuk mencerdaskan anak bangsa, peran penting pemberdayaan perpustakaan sekolah harus terus dijadikan dorongan untuk menuju penguasaan ilmu pengetahuan.
Perpustakaan tidak boleh lagi hanya menjadi sarana baca yang usang dan tidak menarik. Ini menjadi salah satu catatan penting bagi sekolah untuk mulai merombak perpustakaan menjadi lebih menarik, perpustakaan harus menjadi taman baca yang nyaman sehingga anak didik juga nyaman untuk mendatanginya.
Darurat literasi memang sebuah permasalahan kompleks yang tidak bisa diatasi oleh Kemendikbudristek saja, harus seluruh stakeholder pendidikan memikirkan untuk mengatasi ini. Saat Kemendikbudristek sudah memberikan perhatian besar melalui Merdeka Belajar dengan kemudian mendistribusikan buku bacaan bermutu ke tiap-tiap sekolah, maka sekolah harus menyiapkan lingkungan baca yang nyaman dan adaptif bagi anak didik. Saat lingkungan sekolah sudah adaptif terhadap literasi, maka lingkungan sekolah bisa menjadi tempat mainstream sehingga menjadi budaya untuk anak dalam membaca dimana saja dan kapan saja di sekolah.
Penulis : Azry Almi Kaloko
Pemerhati Pendidikan
Alumni UIN Jakarta
Posting Komentar