-->

Ads (728x90)

Makna Erupsi Gunung Merapi bagi Alam Menurut Sultan HB
Foto udara hujan abu vulkanik yang turun Dusun Trono, Krinjing, Dukun, Magelang, Jawa Tengah, Senin 13 Maret 2023. Awan panas guguran Gunung Merapi mengakibatkan hujan abu vulkanik di desa yang terletak di sisi barat Gunung Merapi itu. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

By Redaksi

YOGYAKARTA, Peristiwanusantara.com   - Selama tiga hari berturut-turut sejak Sabtu hingga Senin, 11-13 Maret 2023, Gunung Merapi erupsi dan memuntahkan awan panas hingga jarak terjauh 4 kilometer. Hingga Senin pukul 18.00 WIB, tercatat Gunung Merapi sudah memuntahkan total 61 kali awan panas. Jutaan material vulkanik Merapi pun kembali memenuhi alur sungai-sungai yang dilewati awan panas itu, terutama arah barat daya, yakni Kali Krasak-Bebeng.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG Yogyakarta menyebut rentetan awan panas Maret 2023 ini lebih pendek dibandingkan rentetan awan panas Maret 2022 yang mengarah Kali Gendol sejauh maksimal 5 kilometer. Dan lebih jauh dibanding rentetan Januari 2021 ke arah Kali Boyong yang mencapai 3,5 kilometer.

Raja Keraton yang juga Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai erupsi Merapi merupakan peristiwa alam yang pasti terjadi dan akan berhenti dengan siklusnya sendirinya. Siklus alam tersebut, menurut dia, pada hakikatnya berguna untuk mengembalikan ekosistemnya, terlebih selama ini marak penambangan pasir liar di lereng Merapi.

Yang penting (erupsi itu) ngebaki sing (memenuhi yang) dirusak karena ditambang, itu saja,” kata Sultan, Sabtu, 11 Maret 2023.

Nanti kalau bekas penambangan yang berlubang-lubang itu sudah tertutup, (erupsi Merapi) akan berhenti sendirinya,” kata Sultan.

Sultan menuturkan untuk memulihkan lingkungan Merapi itu, butuh waktu dan proses cukup lama. 

"Karena memang tidak hanya bagian (lereng Merapi) di atas, yang di bawah juga pada berlubang," ujarnya.

Dalam peristiwa erupsi kali ini, Sultan mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik. Karena erupsi Merapi yang terjadi kali ini tidak seperti erupsi sebelum-sebelumnya.

"Tidak apa-apa, (luncuran awan panas) hanya sampai di atas saja, tidak akan meletus. Sudah berbeda, sudah 10 tahun lebih (sejak erupsi besar 2010), biasanya kan 4 tahun sekali meletus (besar),” kata Sultan. "Sekarang, erupsi terjadi karena memang (masanya magma) harus keluar, harus menyembur, tapi jangkauannya satu sampai dua kilometer, sesuai banyaknya area yang ditambang di sekitar itu."

Aktivitas penambangan juga sudah ditutup sejauh ini. Beberapa masyarakat yang sebelumnya melakukan aktivitas penambangan dilakukan pendampingan dan pembinaan untuk membuka peluang ekonomi pada sektor pertanian. 

"Supaya mereka punya pendapatan dari produk di sektor pertanian, supaya tidak nambang lagi," kata Sultan.

Sumber : Tempo.co 

Editor : Herry

 


Posting Komentar