-->

Ads (728x90)

Gubernur Bengkulu (Rohidin Mersyah) bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedy Mulyadi saat akan menghadiri Peninjauan dan Diskusi bersama masyarakat Desa Kota Niur Kec.Semidang Lagan Kab.Bengkulu Tengah, Kamis (2/2) (Fhoto : Indra Syahputra/Peristiwanusantara.com)


By Indra Syahputra


BENGKULU. Peristiwanusantara.com
– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu telah mengusulkan pembebasan lahan hutan untuk kepentingan atau kesejahteraan masyarakat seluas 122.448,25 hektare.
Adapun rincian dari 122.448,25 hektare itu diantaranya :
Kabupaten Bengkulu Utara seluas 37.911,44 hektare
Bengkulu Selatan seluas 707,71 hektare
Bengkulu Tengah seluas 5.276,57 hektare
Kota Bengkulu seluas 505,40 hektare.
Seluma seluas 61.925,13 hektare.
Kabupaten Lebong hutan yang diusulkan seluas 199,68 hektare
Rejang Lebong seluas 1.230,52 hektare
Kepahiang seluas 192,43 hektare
Kaur seluas 2.610,87 hektare
Kabupaten Mukomuko seluas 11.897,92 hektare.

“ Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pembebasan lahan hutan harus dilakukan untuk kepentingan masyarakat bukan perusahaan,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi kepada wartawan usai  melakukan Peninjauan dan Diskusi bersama masyarakat Desa Kota Niur Kec.Semidang Lagan Kab.Bengkulu Tengah, Kamis (2/2)

Lebih lanjut Dedi Mulyadi mengatakan Komisi IV DPR RI membidangi pertanian, lingkungan hidup, maritim, dan kehutanan, Peninjauan dan Diskusi bersama masyarakat yang diikutinya tadi guna membahas Pelaksanaan Pelepasan Kawasan Hutan di Taman Buru Semidang Bukit Kabu untuk kesejahteraan masyarakat setempat.

“ Saat ini, setengah lahan pemukiman Desa Kota Niur saat ini berada di kawasan Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan setengah lagi masuk ke kawasan Hutan Produksi yang dikelola oleh perusahaan tambang,” katanya.

Ia menyebut pembebasan lahan hutan sejalan dengan yang diusulkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah ke Kementerian LHK, terkait kebutuhan kawasan hutan untuk kepentingan atau kesejahteraan masyarakat.

Dikatakannya hal tersebut sudah menjadi problem dimana-mana, masyarakat asli turun temurun tidak memiliki tanah satu jengkal pun, namun perusahaan datang langsung dapat menguasai ratusan hingga ribuan hectare.

Padahal, jika masyarakat ingin mengurus untuk dapat izin pelepasan menjadi sebuah kawasan desa ataupun pemukiman sulitnya luar biasa. Hal ini, karena masyarakat tidak memiliki akses politik, sedangkan pihak tambang mudah melobi keatas.

Menurutnya, Daerah konservasi yang melahirkan karbon yang tinggi, harus mendapatkan dana kompensasi bagi hasil dari pemerintah pusat. Sebab, makin lama masyarakat tidak ingin punya hutan karena tidak dapat digarap atau menghasilkan sesuatu.

"Maka muncul pemikiran masyarakat, lebih baik hutan dijadikan lokasi pertambangan, karena dapat menghasilkan uang. Jika hal ini terjadi, tidak butuh waktu lama Indonesia akan hancur. Dimana hutan sudah habis, penambangan menggurita dimana-mana dan rakyatnya termiskinkan karena tidak memiliki tanah. Jadi masyarakat harus berkomitmen jika lahan ini dilepaskan, namun tidak boleh diperjualbelikan," terang Dedi.

Sementara Gubernur Rohidin mengatakan usulan yang disampaikan Kabupaten Bengkulu Tengah seluas 5 ribuan hektare, namun yang disetujui baru sekitar 7 hektare dengan rincian 6 hektare untuk permukiman dan 0,89 hektare untuk fasilitas umum jalan. Namun, angka ini tidak baku.

"Yang disetujui LHK sekitar 7 hektare, inilah yang betul-betul dibutuhkan masyarakat untuk permukiman. Jadi secara prinsip kepentingan masyarakat tetap harus diutamakan, tapi tanpa merusak fungsi kawasan," tegas Gubernur Bengkulu ke-10 ini.

Sementara itu data Dinas LHK Provinsi Bengkulu menyebutkan, usulan perubahan kawasan hutan Bengkulu telah disampaikan ke KemenLHK sejak 2019 lalu. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah beberapa waktu lalu juga sudah memaparkan pada Rapat Uji Konsistensi Penelitian Terpadu Perubahan Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Bengkulu.

Dikatakannya, khusus bidang kehutanan, pola ruang yang telah direncanakan di setiap kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu masih terdapat ketidaksesuaian dalam pemanfaatan ruang, sehingga menjadi konflik/ permasalahan yang berkelanjutan, khususnya antara masyarakat dengan pihak keamanan dalam hal ini polisi kehutanan. (ind)

Editor : Herry
 

Posting Komentar