Pelajar Madrasah Aliyah (MA) Saat Sedang Belajar di Ruang Kelas ( Fhoto : Ist) |
Secara terminologi madrasah berasal dari bahasa Arab yakni ma’darasa/ madaris yang berarti sekolah. Madrasah di Indonesia disetarakan dengan pendidikan umum, Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan Sekolah Menengah Pertama, dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Penyetaraan ini dilakukan setelah terbitnya Surat Keputusan Bersama tiga menteri yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri tahun 1975 dan madrasah resmi berdiri dibawah naungan Kementerian Agama dengan tujuan agar lulusan madrasah mampu menjadi lulusan yang islami, unggul dalam pengetahuan, bersikap mandiri dan berwawasan kebangsaan. Sementara itu, pesantren adalah lembaga pendidikan Islami yang menyediakan tempat belajar bagi para siswa yang disebut santri, dimana tempat belajar ini juga merupakantempat tinggal para santri. Pesantren mempelajari ilmu agama secara mendalam lalu kemudian diharapkan agar diamalkan oleh para santri dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara.
Seiring perkembangan jaman madrasah dan pesantren telah berubah menjadi madrasah dan pesantren modern, saat ini tidak sedikit ditemukan madrasah serta pesantren modern baik segi pembelajaran hingga bangunan fisik tempat menuntut ilmunya. Madrasah juga saat ini tidak kalah dengan sekolah umum karena telah menambahkan pelajaran umum dalam kurikulum pembelajarannya dimana pelajaran agama 70% dan pelajaran umum 30%.
*RUU Sisdiknas dan Madrasah*
Pada Maret hingga Mei yang lalu, publik dihebohkan dengan hilangnya kata madrasah dan Rancangan Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dimana RUU ini merupakan perubahan atas tiga undang-undang pendidikan yaitu UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12/2012 tentang Perguruan Tinggi
Mendikbud Nadiem Makarim dan Menag Yaqut Cholil menanggapi persoalan hilangnya kata madrasah dalam nomenklatur RUU Sisdiknas, Mendikbud Nadiem menegaskan bahwa penamaan spesifik sekolah seperti SD dan MI, SMP dan MTs, SMA dan MA akan dijelaskan dalam paparan bagian penjelasan RUU tersebut, hal ini dilakukan agar tujuan penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat undang-undang sehingga jauh lebih fleksibel dan dinamis. Pada Agustus 2022 penamaan spesifik tiap satuan pendidikan telah dijelaskan dalam draft terbaru RUU Sisdiknas, termasuk madrasah. Dengan dilakukannya hal ini, maka melalui RUU Sisdiknas sudah seharusnya eksistensi madrasah semakin meningkat karena masuk ke dalam pasal dan batang tubuh dari RUU Sisdiknas itu sendiri. Sehingga ke depan diharapkan eksistensi madrasah mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional yang berkemajuan.
Pesantren
Lain hal dengan pesantren, sebenarnya pesantren ini sudah termasuk ke dalam RUU Sisdiknas dalam tiga pasal yakni pasal 30, pasal 31 dan pasal 52. Sama seperti madrasah, dimana dijelaskan dalam pasal-pasal tersebut tentang satuan pendidikan keagamaan yang dimana termasuk madrasah dan pesantren di dalamnya. Selain itu pondok pesantren juga diatur lebih lanjut dalam UU No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren.
Kabar baik dalam RUU Sisdiknas, Mendikbud Nadiem akan memberikan tunjangan profesi guru (TPG) kepada guru PAUD, guru kesetaraan hingga guru pesantren, sehingga nantinya apabila RUU ini dapat disahkan, untuk pertama kalinya guru PAUD, guru kesetaraan dan guru pesantren mendapatkan tunjangan profesinya. Info ini sudah seharusnya disebarluaskan bagi guru di seluruh tanah air yang masuk ke dalam tiga kriteria tersebut, dapat dikatakan nantinya RUU Sisdiknas menjadi hadiah terindah baru para guru, tidak hanya guru sekolah seperti pada umumnya namun juga guru PAUD, pendidikan kesetaraan hingga pesantren tersebut. Sebenarnya selama ini mereka sudah masuk dalam kriteria guru pengajar, namun baru kali ini mendapatkan perhatian dari negara melalui tunjuangan yang didapatkan nantinya jika RUU ini berhasil disahkan.
Azry Almi Kaloko
Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Posting Komentar