-->

Ads (728x90)

L.KPK Provinsi Kepri Minta Penegak Hukum Tindak Tegas  Perusahaan yang Memplotting Lahan Eks Tambang Bauksit
Pimpinan Wilayah Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L.KPK) Provinsi  Kepri, Kennedy Sihombing (Kiri) Saat Meninjau Bekas Tromol Biji Bauksit di Areal PT. TPDdi Desa Sei Ular, Kelurahan Dompak (Fhoto : Ist)


TANJUNG PINANG, Peristiwanusantara.com
- Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (Lembaga-KPK) Provinsi Kepulauan Riau meminta aparat penegak hukum di wilayah Provinsi Kepri menindak tegas PT. Tirera Pratiwi Development (TPD) dan PT. Kemayan Bintan selaku pemilik lahan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Pakai.

"Kepada aparat penegak hukum di wilayah Provinsi Kepri kami meminta untuk segera memanggil dan memeriksa para Pimpinan Pemilik lahan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Pakai untuk diproses secara hukum yang berlaku di negeri yang kita cintai ini," ucap Pimpinan Wilayah Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (L.KPK) Provinsi  Kepri, Kennedy Sihombing.

Permintaan yang disampaikan Kennedy itu bukan tanpa alasan mengingat dari hasil investigasi yang dilakukannya bersama tim pada Kamis 24 Maret 2022 kemarin, didapati banyak bekas-bekas tromol (tempat pencucian ) biji bauksit di areal PT. TPD dengan luas 2.700 hektar yang telah diplotting itu.

"Menurut hemat kami beberapa tempat diduga telah dijadikan tempat pencucian biji bauksit oleh mereka, karena di Desa Sei Ular, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang itu kita temukan seperti bekas tromol," ujarnya.

Tidak hanya disitu, dari penelusuran yang dilakukannya kemarin itu juga mendapati adanya bekas-bekas pencucian biji bauksit yang telah dibongkar di Desa Kelampagi, Kelurahan Dompak dan di perbatasan antara Kelurahan Dompak dengan Kelurahan Batu IX.

"Dari data maupun fakta di lapangan menyebutkan jika perusahaan PT. TPD yang mengantongi surat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) itu telah melanggar Undang-undang Minerba No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian dari ratusan hektar lahan yang ditambang itu juga masih dibiarkan tanpa adanya penghijauan," jelas Kennedy.

Mengejutkannya lagi menurut Kennedy di areal PT. TPD itu masih ada perusahan lain yang memamfaatkan lokasi tersebut sebagai gudang tempat alat-alat berat yang ditunggui oleh karyawan.

"Ini perlu dipertanyakan apakah pemilik alat-alat berat tersebut ada kerja samanya dengan pihak TPD atau bagaimana sistim kerjasamanya," ucap Kennedy.

Menurut data yang Kennedy terima, PT. TPD memiliki lima sertifikat, yakni ;

1. Sertifikat nomor 00871 dengan luas 2.966.500 M2.

2. Sertifikat nomor 000872 dengan luas 3.974.330 M2.

3. Sertifikat nomor 00873 dengan luas 2.112.900 M2.

4. Sertifikat nomor 00874 dengan luas 3.216.590 M2 dan.

5. Sertifikat nomor 00879 dengan luas 821.480 M2.

"Pengukuran yang dilakukan pihak PT. TPD mencapai 2.713 hektar dan pada bulan Mei tahun 1995 lalu terbitlah 5 sertifikat itu dengan masa berakhir tahun 2024," jelas Kennedy.

"Berjalannya waktu pihak TPD dalam jangka waktu setahun belum mengolah gerakkan lahanya atau belum melakukan kegiatan apapun dan pada bulan November 1996 terjadilah akta jual beli atas nama PT. TPD yang telah berubah nama menjadi PT. Kemayan Bintan. Dari sini kami akan menyusun dokumenya untuk segera dilaporkan," pungkas Kennedy.

Hingga berita ini diturunkan belum diperoleh keterangan dari Pimpinan PT. TPD, Ferry atau jajarannya terkait masalah ini. Wartawan kami sedang berupaya mengejarnya untuk memperoleh keterangan terkait masalah ini. (Pras)


Posting Komentar