-->

Ads (728x90)

2,7 Hektar Lahan Kampung Tua di Kelurahan Belian, Batam Centre Disita Negara
Perbatasan Kampung Tua Belian RT 01/02 Kelurahan Belian, Batam Centre Yang Dialokasikan ke PT Lautan Terang (Fhoto : dok Peristiwanusantara.com)


BATAM, Peristiwanusantara.com -  Warga Kampung Tua Belian RT 01/ 02 Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota mengaku telah membeli lahan yang dialokasikan ke PT Lautan Terang dari Nazaruddin putra dari Aripin, orang yang ditugaskan pihak perusahaan untuk menjaga lahan seluas 4,7 hektar.

Irwan salah seorang warga Kampung Tua Belian RT 01/RW 02  kelurahan Belian, kecamatan Batam Kota, Batam mengatakan warga membeli lahan dari Nazaruddin dengan harga Rp 3 juta,- terggantung dari lokasi dan luasnya.

Lahan yang dibeli itu digunakan untuk tempat tinggal oleh warga yang belum memiliki tempat tinggal.
Pria yang sudah 2 tahun lebih tinggal di kampung tersebut mengaku pernah bekerja dengan pemilik atau Direktur Utama PT Lautan Terang berinisial Ab.

Ia mendapat kabar lahan itu dijual Nazaruddin lantaran orang tuanya Aripin selama menjaga lahan itu tidak pernah diberi gaji oleh pihak PT Lautan Terang sejak Ab masuk penjara karena tersandung kasus tindak pidana korupsi.

Tiba-tiba saja, katanya, akhir-akhir ini ada orang yang mengaku orang suruan dari Ab meminta agar warga membongkar rumahnya sebab lahan itu telah dialokasi BP Batam ke PT Lautan Terang.

“ Gimana pula ini kita yang membangun rumah,  kita pula disuruh untuk membongkar rumah kita sendiri,” kata Iwan.

Ditempat terpisah, perwakilan PT Lautan Terang yang menyebut dirinya bernama Lit saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi I DPRD Kota Batam, Batam Centre, Batam pada Selasa lalu mengatakan Nazaruddin menjual lahat PT Lautan Terang ke masyarakat dan memberikan statement jika masyarakat tidak membangun lahan yang dibeli darinya maka lahan itu akan diambilnya kembali.

“ Atas statement Nazaruddin itu ketua,  maka masyarakat ramai-ramai membangun rumah di lahan PT Lautan Terang,” kata Lit dalam RDP yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Batam, Budi Mardiyanto.

Lit menyebut bahwa pihaknya telah melakukan tindakan hukum dan melaporkan oknum yang menjual lahan tersebut dengan tuntutan penyerobotan lahan.

Lit mengatakan bahwa PT Lautan Terang menggaji Aripin untuk menjaga lahan itu. Namun ia mengaku tidak mengetahui Aripin telah meninggal dunia.

“ Bapak bilang perusahaan menggaji pak Aripin kok pihak perusahaan tidak mengetahui orang yang menjaga lahan bapak sudah meninggal dunia,” kata Budi Mardiyanto saat melakukan tanya jawab dengan Lit.

Pertanyaan Budi Mardiyanto itu, tidak dijawab oleh Lit. Ia hanya menjelaskan bahwa PT Lautan Terang mendapat alokasi lahan dari BP Batam tahun 2010 lalu.

Penjelasan Lit itu dibenarkan oleh Direktur Pengelolan Pertanahan BP Batam melalui stafnya Desniko yang ikut menghadiri RDP tersebut.  Ia menjelaskan lahan kampung tua itu sudah dialokasikan BP Batam kepada PT Lautan Terang seluas 4,7 hektar. Dengan Nomor Penetapal Lokasi (PL) 210090190, tanggal 11 Maret 2010 dengan Ijin Prinsip (IP) No 81/IP/KA/L/2003 Tanggal 20 Maret 2010 dan sudah melakukan pembayaran UWT (Uang Wajib Tahunan)  dengan masa berlaku dari tanggal 31 Maret 2008 sampai dengan 30 Maret 2038.

“Dari 4,7 hektar itu sebagian lahan itu seluas 2,7 hektar merupakan lahan kampung tua Belian,” katanya.

Lahan PT Lautan Terang seluas 4,7 hektar itu, katanya, sesuai putusan Mahkamah Agung yang disampaikan Kejati Kepri ke BP Batam telah disita menjadi milik Negara. Lantaran lahan itu asset dari Direktur PT Lautan Terang berinisial Ab yang melakukan tindak pidana korupsi.

Desniko juga mengakui PT Lautan Terang tidak mendapat tembusannya dan pihaknya juga belum menyampaikan surat dari Kejati Kepri ke perusahaan tersebut.

“ Lahan itu disita Negara bukan karena pengalokasiannya melainkan lantaran lahan itu merupakan aset Direktur PT Lautan Terang yang saat ini menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana korupsi,” katanya.

Ia menyebut isi surat itu, memerintahkan BP Batam untuk tidak memberikan peralihan dan memberikan izin terhadap penggunaan lahan tersebut dan meminta di lahan tersebut tidak boleh ada aktifitas baik dari pihak perusahaan maupun masyarakat.

Sementara Oyong selaku Kuasa Hukum  PT Lautan Terang mengakui hingga saat ini pihaknya belum mendapat surat dari Kejati Kepri atas putusan Mahkamah Agung yang menyita lahan tersebut menjadi milik Negara.

“ Sampai saat ini kami belum mendapat surat dari Kejati Kepri yang menyatakan bahwa lahan PT Lautan Terang seluas 4,7 hektar disita menjadi milik Negara dan pihak Kejati Kepri tidak ada memasang plang terkait penyitaan lahan tersebut,” katanya.

Ia menyebut pihaknya akan melakukan upaya hukum agar lahan itu dikembalikan ke PT Lautan Terang. Untuk itu dirinya meminta agar masyarakat tidak melakukan aktifitas di lahan tersebut lantaran pihaknya sudah memasang plang yang menjelaskan lahan itu sudah dialokasikan ke PT Lautan Terang.

Menanggapi akan hal itu, anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Utusan Sarumaha mengatakan jika sudah disita menjadi milik Negara maka masyarakat dan pihak PT Lautan Terang diminta untuk  tidak melakukan aktifitas di lahan itu.

“ Jangankan PT Lautan Terang, BP Batam juga tidak memiliki hak untuk melakukan aktifitas di lahan itu lantaran sudah disita negara,” tegas Utusan Sarumaha.

Jika pihak PT Lautan Terang ingin melakukan upaya hukum terkait lahan tersebut, itu sah-sah saja namun sebelum ada keputusan berkekuatan hukum yang menyatakan bahwa lahan itu dikembalikan ke PT Lautan Terang diminta di lahan itu tidak boleh ada aktifitas baik dari masyarakat dan pihak perusahaan.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Batam, Budi Mardiyanto agar masyarakat dan pihak PT Lautan Terang tidak melakukan aktifitas di lahan itu. 

Ia menyebut Komisi I DPRD Batam akan menyurati Kejati Kepri atau mendatangi ke Kejati Kepri untuk mempertanyakan informasi dari BP Batam tersebut, lantaran di lahan yang disita Negara itu 2,7 hektar diantaranya sudah ditetapkan sebagai kampung tua dan sudah dihuni masyarakat.

Budi juga meminta agar jangan ada lagi masyarakat atau oknum yang menjual lahan ke masyarakat dengan alasan membayar uang penimbunan.  Apalagi penimbunan tersebut tidak memiliki izin dari instansi terkait.

Pantauan di lapangan, di lahan seluas 4,7 hektar itu  memang belum ada plang dipasang oleh pihak Kejati Kepri terkait penyitaan lahan tersebut. Plang yang ada hanya plang yang menjelaskan bahwa lahan itu milik PT Lautan Terang. (Man)

 

Posting Komentar