-->

Ads (728x90)

 



TANJUNGPINANG, Peristiwanusantara.com - Banyak perusahaan di Kepri yang menelantarkan lahan setelah mendapat alokasi lahan berupa Hak Guna Bangun (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, Hak mengelola lahan dan tanah. Akibatnya, lahan yang potensial untuk meningkatkan perekonomian rakyat itu, kini menjadi lahan gersang yang tidak memiliki nilai ekonomi serta tidak ada kontribusi untuk daerah.

Menurut Ketua Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (LKPK) Provinsi Kepri Kennedy Sihombing, pemerintah harus tegas dalam menindak perusahaan yang menelantarkan lahan yang sudah dialokasikan. Tujuannya, agar lahan yang sudah dialokasikan lekas dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi daerah serta bisa menciptakan lapangan kerja baru. Kata Kennedy Sihombing, meski perusahaan telah diberi hak, namun ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi yang merupakan aturan main dari pengalokasian lahan sesuai peruntukannya.

"Bagi perusahaan yang diberi Hak Guna Bangun (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai dan Hak Mengelola mesti menjalankan peruntukan sesuai dengan izin prisip yang diberikan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Tujuannya, agar tidak merugikan negara dan masyarakat," ucap Kennedy dalam bincang-bincang aktivis LKPK bersama sejumlah pengusaha media massa di Kepri.

Menurut Kennedy yang juga Ketua LSM Pemantau Keuangan Negara (P2KN) Kepri ini, atas nama masyarakat dan sebagai alat sosial control, LKPK Kepri bersama organisasi media massa mesti mendorong dan meminta pemerintah lebih cermat dalam mengawasi peruntukan lahan yang sudah dialokasikan ke pengusaha.

"Dan Bagi perusahaan penerima alokasi yang di Kepri total luas lahannya mencapai puluhan ribu hektare lahan negara mesti memanfaatan lahan itu dengan baik dan benar serta sesuai dengan peruntukan. Fakta di lapangan saat ini, sudah terjadi penelantaran lahan yang sudah dialokasikan dan luasnya mencapai puluhan ribu hektar," terang Kennedy.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua SMSI Kepri, Zakmi. Kata Zakmi yang juga Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tanjungpinang-Bintan, sudah menjadi keharusan bagi aktivis ormas, LSM serta Pers memberikan masukan kepada pihak pemerintah untuk selalu mengingatkan pengusaha agar cepat memanfaatkan lahan-lahan yang terlantar.

"Jika mengangkangi aturan yang telah ditentukan, maka secara otomatis tanah yang dikelola oleh perusahaan itu batal demi hukum dan akan kembali kepada negara dalam hal ini adalah rakyat," terangnya.

Kata aki, hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria khususnya di Pasal 27, 34 dan 40 yang berbunyi; hak tanah akan terhapus antara lain karena diterlantarkan. Selain itu, juga merujuk pada Undang-undang Republik Indonesia dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. 

"Dalam aturan itu juga disebutkan, pemanfaatan tanah terlantar demi kesejahteraan masyarakat di NKRI ada empat. Yakni untuk: meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi masyarakat kedua untuk mengurangi kemiskinan, ketiga agar terciptanya lapangan kerja, keempat untuk meningkatkan perumahan rakyat serta kelima untuk meningkatkan ketahanan pangan dan energi," sambungnya.

Zakmi menilai, kepatuhan pihak perusahaan terhadap aturan tersebut merupakan bentuk dukungan pencapaian dari berbagai tujuan, termasuk program pembangunan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Hankam) di Indonesia," pungkasnya.

Kemudian Kennedy juga menegaskan untuk memastikan bahwa pendayagunaan tanah terlantar dapat berkontribusi secara nyata sebesar-besarnya memakmurkan rakyat di NKRI ialah dengan cara tetap taat pada prinsip pengelolaan pertanahan di Indonesia

“Intinya pimpinan perusahaan di Indonesia dan seluruh rakyat harus patuh dengan aturan yang berlaku. Untuk mafia-mafia tanah di NKRI. Khususnya di Provinsi Kepri memang sudah saatnya diberantas demi kesejahteraan rakyat Indonesia,” tutupnya. (Ril)


Posting Komentar