-->

Ads (728x90)

BMKG Tahu Penyebab Gempa Turki dan Tsunami yang Terjadi, Ini Penjelasannya
Dalam gempa dan tsunami yang terjadi di Turki, diketahui, korban akibat gempa magnitudo (M) 7 di Turki hingga Yunani terus bertambah. Hingga kini sudah ada 4 orang meninggal dunia dan 120 orang luka-luka akibat gempa tersebut. Foto/Twitter/emaokt

JAKARTA, Peristiwanusantara.com  - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  menerangkan sumber gempa magnitudo 7,0 yang mengguncang Provinsi Izmir, Turki, Jumat 30 Oktober 2020. Menurut analisis data BMKG, gempa Turki yang mengundang tsunami mini itu dipicu aktivitas Sesar Sisam di Laut Aegea. 

"Sejarah mencatat bahwa di sekitar Sesar Sisam sudah beberapa kali terjadi gempa kuat pada masa lalu seperti pada 1904 (6,2 M) dan pada 1992 (6,0 M)," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Sabtu 31 Oktober 2020

Ia menjelaskan bahwa Sesar Sisam adalah sebuah sesar aktif dengan mekanisme pergerakan turun (normal fault) dengan panjang jalur sesar sekitar 30 kilometer. Pada gempa Jumat, sesar dekat Pulau Samos tersebut 'pecah' dekat Menderes Graben, wilayah dengan sejarah panjang gempa sesar turun (normal fault).

Lokasi itu, tepatnya, 17 kilometer dari pesisir barat Turki. "Karena mekanisme patahannya yang bergerak turun dan kedalaman sumber gempanya sangat dangkal hanya sekitar 6 kilometer maka wajar jika gempa tersebut memicu terjadinya tsunami," kata Daryono.

Gempa yang berpusat di Laut Aegea pada pukul 13.51 waktu setempat itu terasa hingga Istanbul dan juga Ibukota Yunani, Athena. Untuk skala yang berbeda, guncangan gempa itu juga dirasakan dalam wilayah yang lebih luas sampai ke Bulgaria dan Makedonia Utara.

Gempa menimbulkan korban jiwa akibat terjadinya kerusakan pada banyak bangunan rumah. Bahkan gedung-gedung bertingkat di wilayah Izmir, Turki, juga rusak dan roboh.

Daryono mengatakan, hingga pagi ini terekam sudah terjadi lebih dari 100 aktivitas gempa susulan dengan magnitudo terbesar 5,1 sejak terjadinya gempa utama. Tsunami lokal tercatat di stasiun-stasiun tide gauge seperti stasiun Syros sekitar 8 sentimeter, Kos sekitar 7 cm, Plomari sekitar 5 cm dan Kos Marina sekitar 4 cm. Uniknya pantai terdekat pusat gempa tidak ditemukan catatan tide gauge. 

Tsunami kecil terjadi dan melanda daratan akibat kondisi topografi lokal pantai yang landai di dekat garis pantai sehingga mendukung terjadinya genangan di daratan. 

"Hal ini berkaitan dengan morfodinamika pantai dan amplitudo pasang surut."

Menurut Daryono, wilayah Laut Aegea secara historis juga adalah kawasan rawan gempa dan tsunami. Peristiwa tsunami terakhir adalah tsunami merusak di Bodrum, Turki, akibat gempa berkekuatan 6,6 M pada 2017.

Kerusakan akibat gempa sebagian besar terjadi pada kawasan permukiman yang terletak pada tanah lunak seperti di pesisir pantai dan cekungan dengan dataran alluvial yang lunak.

"Gempa ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua yang tinggal di wilayah Indonesia dengan kondisi seismik aktif dan memiliki banyak jalur sesar aktif di dasar laut, sehingga kewaspadaan terhadap gempa dan tsunami perlu terus ditingkatkan dengan memperkuat upaya mitigasi baik mitigasi struktural dan nonstruktural," kata Daryono. (tempo.co) 


Posting Komentar